Senin, 22 Oktober 2012

Solusi SBY tentang kisruh Kpk vs Polri


 Lima solusi SBY terkait ketegangan antara KPK dan Polri secara normatif berguna bagi penyelesaian kisruh antarlembaga untuk jangka pendek.

"Meskipun langkah itu terlambat karena terlanjur menguras energi publik dan mempertontonkan betapa koordinasi penegakan hukum dan penyelenggaraan negara yang amburadul, ruwet, dan tidak pasti," kata Ketua Setara Institute Hendardi di Jakarta, Senin (8/10/2012) malam.


Menurutnya, SBY tampak jelas tidak suka dikritik dalam soal ini. Namun dia dinilai beruntung dengan kebiasaannya merespons di ujung masalah, untuk memetik insentif politik dari ketegangan KPK-Polri.

"Cara ini sudah berulang kali terjadi. Selain itu, menegaskan kepemimpinan antikorupsi dengan tindakan, sebagai kepala negara dan pemerintahan, SBY harus bertindak cepat dalam menyikapi berbagai soal," ujar Hendardi.

Sementara Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Nanat Fatah Natsir meminta pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat supaya mengambil hikmah dari pidato SBY.

"Ambil hikmahnya saja supaya penanganan kasus apa pun harus cepat dan tepat. Kalau presiden cepat memberi instruksi terkait pengusutan dugaan korupsi simulator, tentu hal ini tidak akan terjadi," kata Nanat.

Nanat mengatakan, SBY sudah sempat memberikan pernyataan saat pidato menjelang 17 Agustus 2012 supaya KPK-Polri bersinergi. Namun, dia menilai pernyataan itu masih kurang jelas dan tegas sehingga ditafsirkan kedua belah pihak berbeda.

"Kalau sejak dulu presiden langsung menginstruksikan agar kasus dugaan korupsi simulator ditangani KPK, mungkin kejadian 5 Oktober lalu tidak perlu terjadi," kata mantan Rektor UIN Bandung itu.

Meski begitu, Nanat menyatakan dukungannya terhadap sikap SBY terkait konflik KPK-Polri.

"Sikap presiden sebagai seorang negarawan sangat positif, jernih dan tidak berpihak. Presiden mendudukkan perkara itu secara pas," pujinya.

Secara garis besar, ada beberapa hal yang disampaikan SBY dalam pidatonya. Pertama, yang paling tepat untuk menangani kasus dugaan korupsi adalah KPK. Kedua, SBY menilai bahwa kasus kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang yang diduga melibatkan Kompol Novel Baswedan sangat tidak tepat waktu dan caranya karena sudah terjadi delapan tahun lalu.

SBY juga mempertanyakan upaya revisi undang-undang KPK yang saat ini dilakukan DPR. Menurutnya, DPR harus menjelaskan apa saja yang akan direvisi, jangan sampai revisi undang-undang itu justru memperlemah KPK.

Terakhir, SBY menyerukan agar KPK-Polri memperbarui nota kesepahaman (MoU) antara kedua institusi dan melakukan penataan penyidik Polri yang ada di KPK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar